✅Media Tidak Netral - Seribu Ilmu
News Update
Loading...

Wednesday, April 8, 2020

Media Tidak Netral


Banyak orang di Indonesia tidak pernah tau mengenai media memiliki keberpihakan dalam penyiaran. Salah satu contohnya adalah saat media Watchdoc Image mengakat tentang Sexy Killer, tidak banyak media berani mengangkat kasus ini. Bahkan kasus ini dianggap sebagai kasus yang tidak penting dan tidak perlu dibicarakan. Kasus ini begitu cepat lenyap dari peredaran.

Berbeda dengan kasus Terorisme di Indonesia yang pernah terjadi di Indonesia, 7x24 Jam tayang selalu digembar gemborkan dalam media mainstream. Bahkan ada beberapa media menanyakan hal yang aneh dan yang selalu berulang Ketika terjadi aksi terorisme di Indonesia yaitu : “Apakah sebelumnya ibu merasakan ada firasat sebelum kejadian ini “. Pertanyaan yang aneh namun menarik di media sebab Ketika adanya aksi ini semua mata tertuju kepada media TV dan berita dalam kasus pengembangan kasus ini.

Kasus ini kemudian menjadi perbincangan di banyak kalangan, tetapi berbeda apabila kita melihat kasus Sexy Killer yang begitu sepi dari perbincangan media. Apakah karena mereka yang berada pada Sexy Killer adalah orang-orang berkepentingan seperti Luhut, Prabowo, Sandiaga Uno dan Jokowi. Sehingga tidak banyak orang mengangkat kasus ini. Oleh karena itu Seribu Ilmu mencoba mengangkat kasus ini sebagai perbandingan apakah media memiliki keberpihakan.

Keberpihakan Media Dalam Pemilihan Presiden 2014 yang ditulis oleh Intan Permata Sari (2018). Dalam jurnalnya tersebut menyatakan bahwa media pada awalnya merupakan alat untuk mengontrol kekuasaan pemerintah yang berkuasa sehingga diposisikan sebagai “Watchdog”  dan masuk sebagai 4 pilar demokrasi (Sari, 2018). Media massa yang dikonsumsi oleh masyarakat dapat menggiring opini masyarakat. Sehingga hal inilah yang dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk mencari keuntungan, keuntungan ini juga dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk mencapai pasar di masyarakat dan media hidup dari iklan yang diberikan oleh perusahaan.

Saat ini semua kalangan dapat mengakses informasi dan menyampaikan informasi bahkan saat ini banyak informasi hoax yang beredar yang sengaja dibuat untuk membuat kegaduhan situasi politik untuk mengalihkan informasi. Merekalah yang disebut sebagai buzzer, buzzer” ini dilindungi oleh para pemilik kepentingan untuk mendapatkan pengaruh di media. Prabowo Subianto juga pernah mendapatkan informasi bohong yang disampaikan oleh RS, sehingga Prabowo Subianto menyampaikan kepada media dengan informasi yang didapat, alhasil Prabowo masuk dalam perangkap media hoax, disinilah banyak masyarakat yang tidak simpati terhadap Prabowo.

Analisis data dilakukan dengan cara analisis konstruksi realitas menurut Berger dan Luckmann. Pertama, dengan mengangkat realitas-realitas yang ada dalam masyarakat. Tahapan ini merupakan proses eksternalisasi. Kedua, media memproduksi ulang realitas tersebut dengan penekanan-penekanan yang mereka berikan, memisahkan berita-berita yang dapat merugikan calon pilihannya, dan memberikan tambahan-tambahan wacana untuk meyakinkan pembaca bahwa calon pilihannya lah yang terbaik yang wacana baru itu kemudian menjadi realitas baru dalam masyarakat. Tahapan ini kemudian dikenal sebagai tahapan objektivasi. Ketiga, realitas realitas baru ini perlu disosialisasikan dalam masyarakat sehingga media terus menerus memproduksi wacana yang sama setiap saat. Ini berguna agar masyarakat yakin atas pemberitaan-pemberitaan yang mereka baca setiap harinya (Berger, 1991).

Media merupakan salah satu pusat informasi yang dimiliki oleh pembaca. Setiap informasi yang dihadirkan mampu memberikan kontribusi terhadap opini publik. Media seharusnya mampu menjadi agen yang netral serta mampu menampung aspirasi rakyat serta memberikan informasi yang berimbang. dunia maya terlalu banyak sehingga pembaca tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang hoaks. Berita online yang dihadirkan oleh media-media terpercaya sebaiknya mampu menjadi penyeimbang bukan sebagai agen yang memihak apalagi turut serta dalam menyebarkan informasi-informasi yang bisa menyesatkan publik (Sari, 2018).

References

Berger, P. &. (1991). The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociology of Knowledge. New York, Penguin Book.
Sari, I. P. (2018). KEBERPIHAKAN MEDIA DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 20. Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21 No. 1.


Share with your friends

Add your opinion
Disqus comments
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done